Powered By Blogger

Multikultural

Multikultural
semua yang ada di dunia adalah berbeda, sekalipun itu kembar pastilah terdapat perbedaan. perbedaan itu indah, perbedaan itu sesuatu yang patut disyukuri. Dengan adanya perbedaan akan dapat saling melengkapi. Multikulturalisme adalah paham dimana kita akan bersama dalam suatu perbedaan yang disamaratakan.

Rabu, 03 Februari 2010

Tatanan Sosial :> Studi kasus Fenomena Antrian Tukang Becak di Tulungagung, Jatim


Hidup ditengah-tengah masyarakat banyak sekali aturan-aturan yang mengikat setiap anggota masyarakatnya. Aturan-aturan tersebut yang biasa disebut nilai dan norma sosial. Nilai adalah sesuatu yang dianggap baik atau buruk, sedangkan norma adalah wujud dari niliai, yang jika dilanggar maka akan mendapat sanksi dari anggota masyarakat lainnya. Nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dibentuk oleh masyarakat tidak semata-mata untuk mengikat ataupun mengekang anggota masyarakat, akan tetapi lebih ke menciptakan sebuah keteraturan sosial. Keteraturan-keteraturan sosial diciptakan agar tidak terjadi kekacauan sosial. Kekacauan sosial terjadi manakala ketika nilai dan norma lama tidak alagi dianut namun nilai dan norma baru tidak kunjung terbentuk, maka yang terjadi adalah kekacauan sosial.
Keteraturan sosial dapat kita lihat di stasiun Tulungagung, Jawa Timur. Antrian yang berjajar itu adalah para tukang becak yang mengantri untuk menunggu penumpang. Jadi, siapa yang berdiri di baris terdepan maka akan mendapatkan penumpang terlebih dahulu, untuk yang berdiri dibelakangnya menunggu orang yang berdiri didepannya memperoleh penumpang barulah dia mendapatkesempatan untuk memperoleh penumpang. Tatanan sosial yang terjadi diantara tukang bejak tersebut berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang telah mereka sepakati. Fenomena seperti ini barangkali tidak terjadi didaerah lain dimana untuk memperoleh penumpang mereka harus berebutan. hal ini akan menjadikan kekacauan sosial.
Ketertiban ini menimbulkan kesetaraan penghasilan bagi para tukang bejak, dimana yang cepat dialah yang dapat tanpa memandang siapapun itu. Dapat dikatakan bahwa sistem yang demikian maka menandakan bahwa integrasi yang terjalin sangat erat.

Jumat, 15 Januari 2010

Dibalik Pembredelan Buku Gurita Cikeas

Orde Baru adalah rezim dimana kebebasan publik dibungkam dan segala yang akan diberitakan di surat kabar harus melalui pimpinan negara dan atas seizinnya pula pemberitaan itu diterbitkan. Pembredelan adalah istilah yang tidak asing bagi kaum pers dan jurnalistik Indonesia, dimana jika karya mereka tidaklah disetujui oleh pimpinan negara, presiden, maka harus dicabut kembali penerbitannya atau pun dibatalkan untuk diterbitkan. Setelah Orba telah lengseng dari rezimnya, HAM telah berjaya, istilah yang diusung dari negara Amerika. Hak Asasi Manusia telah diberlakukan untuk seluruh warga negara Indonesia, baik itu hak untuk memeluk agama, untuk memperoleh pendidikan, kebebasan berorganisasi, kebebasan untuk berkumpul, kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan lain sebagainya dengan disertai Keadilan.

Namun, sepertinya pembungkaman HAM ini terulang kembali. Kebebasan berpendapat telah ternodai dengan pembredelan sebuah buku karangan George Aditjondro dengan judul Membongkar Gurita Cikeas : di balik skandal Bank Century. Buku ini sepertinya sengaja dibredel karena tidak sesuai dengan apa yang presiden inginkan, dan tidak mempunyai kecocokan dengan presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Buku ini menceritakan skandal – skandal yang terdapat dibalik kasus bank Century. Banyak kalangan akademisi yang menelepon dan memesan buku tersebut setelah terdengar kabar tentang pembredelan buku tersebut. Nampaknya dengan adanya pembredelan buku ini malahan membuat penasaran kalangan akademisi untuk mengetahui isi dari buku tersebut. Kalangan akademisi terundang untuk ingin mengetahui isi dari buku tersebut karena terdapat kecurigaan – kecurigaan tentang isi buku tersebut hingga ditolak oleh presiden. Apakah benar adanya permainan politik di buku itu? Skandal bank Century memang mengundang tatapan – tatapan tajam dari berbagai sudut kalangan termasuk kalangan akademisi, hingga menyeret mantan gubernur BI yang sekarang menjadi RI 2, wakil presiden, Budiono.

Sebenarnya penerbitan, pembredelan dan hingga penerbitan buku yang diketahui belakangan ini adalah buku tandingannya, yaitu buku yang berjudul Hanya Fitnah dan Cari Sensai, George Revisi Buku” karangan Setyardi Negara mengundang beberapa pertanyaan yang kritis. Apakah benar meraka yang sedang terbit – menerbitkan buku tersebut sedang berkonflik? Ataukah hanya mencari perhatian umum saja sehingga tertuju dengan buku – buku yang tidak akan selesai tersebut? Dapat juga hal ini hanya untuk memecah perhatian khalayak umum untuk tidak berkosentrasi pada skandal kasus bank Century. Taktik politik dapat terjadi kapanpun, dimanapun, oleh siapapun dan tidak dapat diprediksi itu adalah sebuah taktik belaka atau memang benar adanya yang terjadi. Pnd

PEMUSNAHAN TRANSPORTASI UMUM BEMO

Jakarta. Transportasi Umum yang telah dipakai puluhan tahun disita oleh Satpol PP. Bemo adalah salah satu kendaraan transportasi umum yang tertua di Indonesia. Karena telah tua dan tidak lagi layak dipakai, Satpol PP menyita dengan paksa kendaraan tua tersebut. Aksi penyitaan ini diwarnai oleh aksi perlawanan oleh pemilil Bemo tersebut. Walaupun dengan perlawanan yang sengit dari pemilik Bemo, tidak menjadikan Satpol PP mundur untuk menyita Bemo – bemo tua itu. Penyitaan ini pun diwarnai isak tangis para istri pemilik bemo yang disita.

Penyitaan ini dikarenakan perubahan – perubahan sosial yang terjadi di Ibu Kota Negara Indonesia. Perubahan – perubahan tersebut membawa dampak yang negatif kepada kaum kecil. Banyak telah terjadi feomena – fenomena yang menimpa kaum bawah dimana mereka merasa tidak memperoleh keadilan di negara ini. Penyitaan, penggusuran, dan razia yang tidak memberikan jalan keluar, solusi dan ganti rugi yang pantas. Penyitaan ini didasarkan angkutan umum ibu kota telah digantikan oleh angkutan umum yang dirasa lebih pantas memutarkan rodanya di atas jalanan ibu kota. Pun jika itu yang menyebabkan penyitaan ini dijalankan, pemerintah seharusnya telah memberikan lapangan pekerjaan yang setara dengan menyupir bemo.

Perubahan sosial yang tidak dapat diterima oleh kaum bawah mengakibatkan yang sudah dibawah semakin kebawah lagi, yang kecil semakin kecil yang besar semakin besar. Dahulu bemo adalah satu-satunya kendaraan umum yang melaju di atas jalanan ibu kota. Seiring perkembangan zaman, mulai kendaraan umum yang besar seperti bus mewarnai ibu kota. Dan ketika angkotan umum telah muncul, bemo mulai terpinggirkan. Dari keterpinggiran ini, beo menjadi salah satu kendaraan yang didiskriminasikan oleh pemerintah dengan pembuktiannya dengan penyitaan bemo untuk dimusnahkan. Fenomena tersebut tidak lah layak seharusnya trerjadi, karena dengan bemo adalah sejarah transportasi Indonesia.

Jika dikaji dengan sudut pandang sosiologi, bemo telah terjadi pendiskriminasian, bemo sudah menjadi alien, sudah menjadi barang asing yang bersaing dengan sedan- sedan mewah yang melaju di atas jalanan ibu kota. Pertentangan kelas ini sudah lah tidak asing didengar oleh kupin – kuping Indonesia, baik pertentangan kepentingan, politik, pribadi, ataupun kelompok. Akomodasinya pun tidaklah berpihak kepada masyarakat kelas bawah. Georg Simmile telah mengatakan, bahwa uang adalah sebuah nilai yang selalu dipakai manusia masa kini untuk menilai sesuatu. Aristotelespun membagi kelas atas, menengah dan bawah pun didasarkan atas harta benda yang dimiliki. Pertentangan ini tidak akan berhenti hingga konflik bemo selesai, tetapi hingga cita – cita Karl Mar tercapai yaitu masyarakat tanpa kelas.



Fenomena Bunuh Diri di Kabupaten Gunung Kidul Versus Bunuh Diri Menurut Emile Durkheim

Bunuh diri adalah fenomena yang sudah tidak asing lagi di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, begitulah pemberitaan di salah satu lembaga pers ternama. Warga Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), diminta aktif mensosialisasikan pencegahan tindak bunuh diri karena selama ini Gunungkidul dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang tingkat kasus bunuh dirinya paling tinggi.

"Selama 10 tahun terakhir, Gunungkidul menempati peringkat pertama kasus bunuh diri di Indonesia. Kasus bunuh diri sebenarnya bukan 100 persen karena keinginan individu saja, namun pengaruh lingkungan, pergaulan, dan kondisi ekonomi menjadi salah faktor yang memperbesar keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri," kata psikolog RSUD Wonosari Ida Rachmawati di Wonosari, Sabtu.

Menurut dia, bunuh diri bisa dicegah, karena sekitar 80 persen penyebab seseorang bunuh diri karena depresi dan stres. Oleh karena itu, masyarakat mesti waspada jika ada tetangga dan familinya yang mulai menarik diri dari pergaulan, mengurung diri di rumah, dan murung. Ada juga orang yang bunuh diri akibat dari keyakinan, karena bunuh diri dengan cara gantung bisa karena historis atau memang dari keluarga tersebut secara turun temurun melakukan bunuh diri.

Wilayah Gunungkidul memang termasuk tinggi angka bunuh diri, sebab berdasarkan sejarahnya, wilayah ini merupakan tempat atau pelarian prajurit yang kalah perang. Secara terpisah, Kepala Bagian Operasional Polres Gunungkidul Kompol Priyono mengatakan, saat ini kejadian bunuh diri di Gunungkidul pada 2009 mencapai 27 peristiwa.

Banyak kalangan yang juga menyangsikan fenomena pulung gantung ini sebagai penyebab bunuh diri. Dalam analisisnya seorang peneliti dari UGM menyimpulkan bahwa kasus kasus bunuh diri di Gunung Kidul lebih erat berkaitan dengan kemiskinan, kekeringan dan kesulitan hidup sehari hari. Kasus kasus bunuh diri lebih banyak terjadi di daerah daerah yang sangat kering, miskin dan sulit. Di tahun enam puluhan Gunung Kidul memang terkenal tandus dan rawan kelaparan. Tetapi perbaikan ekonomi selama beberapa tahun terakhir ternyata tak juga mampu mencegah kejadian bunuh diri. Masih banyak faktor psikologi dan psikiatrik yang tak membaik hanya semata mata dengan perbaikan ekonomi.

Dari pemberitaan di atas, fenomena bunuh diri ini tidak begitu sesuai dengan fakta sosial bunuh diri yang dicetuskan oleh Emile Durkheim. Ketidaksesuaian fakta sosial bunuh diri yang terjadi di Gunung Kidul dengan Teori Bunuh Diri milik Durkheim adalah Durkheim menyatakan bahwa “semakin tinggi tingkat integrasi suatu masyarakat maka semakin rendah pula tingkat bunuh diri di masyarakat tersebut, sebaliknya semakin rendah tingkat integrasi di suatu masyarakat maka semakin tinggi tingkat bunuh diri di masyarakat tersebut”. Jadi hubungan antara integrasi dengan bunuh diri berbanding terbalik. Sedangkan tingkat integrasi tinggi biasanya ditemukan di wilayah pedesaan, begitulah kata Ferdinan Tonnies. Gunung Kidul relatif masih pedesaan. Akan tetapi, dalam statistik tingkat bunuh diri, Gunung Kidul dikenal sebagai salah satu daerah di Indonesia yang tingkat kasus bunuh dirinya paling tinggi. Durkheim membagi macam bunuh diri ada tiga, yaitu anomi, alturistik, dan egoistik.

Kita kaji satu persatu, bunuh diri anomi akan terjadi jika orang tersebut tidak mempunyai pegangan nilai dan norma dalam hidupnya, Alturistik terjadi jika orang yang bersangkutan mengorbankan jiwanya untuk orang lain atau orang banyak, sedangkan egoistik akan dilakukan oleh si pelaku jika pelaku tersebut tidak terpenuhi keinginannya dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Jika kita lihat demi kasus per kasus, bunuh diri yang dilakukan oleh para pelakunya di wilayah Gunung Kidul didasari atas faktor ekonomi. Faktor ini tidak bersangkutan dengan nilai dan norma pegangan hidup, atau berkorban untuk orang lain, ataupun juga mengikuti egonya sendiri. Akan tetapi, untuk bunuh diri anomi dapat juga untuk mengkatagorikan jenis bunuh diri di Gunung Kidul karena alasan pelaku menyangkut kebutuhan hidup. Karena kebutuhan hidup mereka terganggu, mengakibatkan kebingungan yang luar biasa yang dapat mengakibatkan stres. Kondisi psikis tersebutlah yang mengakibatkan pelaku untuk mengakhiri hidupnya.

Di sini yang bertolak belakang dari fakta sosial yang dicetuskan Durkheim dan fakta sosial yang terdapat di Gunung Kidul adalah sifat integrasi yang dicetuskan dan kenyataan yang ada di Gunung Kidul. Kondisi pedesaan yang terintegrasi sempurna tidak mempengaruhi penurunan angka bunuh diri di Gunung Kidul. Pnd

Kamis, 07 Januari 2010

Ruhut VS Gayus dalam sidang permasalahan Century

Sepertinya penyelesaian kasus skandal Bank Century akan memakan waktu yang cukup lama. Pasalnya Pansus yang menggelar sidang untuk mendengarkan pernyataan dari para pejabat tinggi Bank Century dan BI harus mewarnai sidang itu dengan perseteruan antara pimpinan sidang, Gayus Lumbuun dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan salah satu pansus, Ruhut Sitompul dari fraksi Partai Demokrasi.
Ruhut dinilai telah sering mengacaukan sidang. Setiap pertanyaan yang dilontarkan dari salah satu pansus untuk menyidang pejabat bank, selalu saja dijejali bantahan dari Ruhut yang tidaklah lain sebagai pansus yang harusnya juga ikut menanyai pejabat bank tersebut. Ruhut menilai pertanyaan-pertayaan tersebut tidak bermutu, makanya dia menghentikan pertanyaan-pertanyaan yang sekiranya menurut dia tidaklah layak untuk ditanyakan. Setelah perseteruan kemarin, Rabu tanggal 6 Januari 2010, para pansus mengutarakan lewat salah satu stasiun televisi swasta bahwa seharusnya Ruhut tidak boleh berbuat seperti itu. Pansus PKB yang menjadi koalisi PD pun menyatakan kekecewaannya, dan berharap agar pimpinan PD menimbangkan kembali keikutsertaan Ruhut dalam Sidang penentuan skandal Bank Century ini.
Nampak terdengar dengan jelas, Ruhut dengan Gayus bersitegang, barmain kata-kata yang tidak selayaknya dilontarkan di dalam sebuah sidang. Kata-kata kotor kurang ajar yang di lontarkan pimpinan sidang, Gayus Lumbuun, dibalas dengan kata kotor bangsat oleh Ruhut. Suatu tindakan yang sangat memalukan yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan. sangat disayangkan di dalam sidang harus mengeluarkan kata-kata kotor. Bagaimana penilaian rakyat jika pejabat-pejabatnya saja mengeluarkan kata-kata kotor dalam suatu agenda negara yang penting.Pnd